Publik diguncang oleh beredarnya video porno yang diperankan oleh orang-orang yang diduga Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tari. Kegemparan kian hebat karena diduga masih ada koleksi lain yang belum muncul. Tapi mengapa ada yang cemas?
Memang sudah mengerikan sekali dampak ranah Ariel, Luna Maya dan Cut Tari di dunia per-pembuatan dokumentasi pribadi ini. Sudah beratus ratus video beredar di kalangan masyarakat dengan tema yang sama, sang tersangka juga sudah meringkuk di balik jeruji besi, sementara sang wanita berkoar sok suci.
Tapi mengapa ada yang cemas?
Seakan akan dapat durian runtuh, infotaimen gencar sekali membicarakan masalah luna ariel ini, berbagai moncong mereka sosorkan kemana mana, menggebu gebu seakan akan kasus ini lebih mengerikan dari dibantainya ratusan manusia di jalur Gaza. Yeah, inilah Indonesia.
Seorang wanita duduk di sebuah ruangan gelap, suasana dingin dan mencekam. Dia menatap kamera, dengan maskara seberat 2 kilo, raut wajah sangat serius.
Dia berkata dengan suara berat dan sedih,
"Pemirsa!.. Bagaimanakah kelanjutan kisah luna maya dan ariel? Benarkah mereka yang membuat video porno? Benarkah luna maya punya panu? Benarkah emaknya jualan tempe?..".
Penting abis.
Indonesia, Infotaimen. Kalau tak ada acara agung ibu ibu semacam infotaiment, ini bukan indonesia. Saya juga heran lo, bagaimana mungkin acara 30 menit ini begitu diagungkan. Hampir setiap stasiun TV punya program infotaiment.
Apakah program2 seperti ini lebih penting dari acara pendidikan? Yeah, kita di indonesia bro.
Marilah kita telaah dulu, sampeyan sampeyan mbok ya mikir. Artis itu bukan kak seto, artis itu ya artis, bermain peran. Bukan untuk ditiru. Jangan menyalahkan artis yang bermasalah seakan akan mereka itu wanita islam yang melepas jilbabnya. Mereka itu pemain peran, tugas mereka bermain mimik dan rupa.
Bukan tugas mereka untuk mencontohkan kepada kita, dan kita juga jangan mau dicontohi oleh mereka mereka yang memberi dampak negativ. Kita dan mereka suatu kesatuan yang berbeda, tetapi kita sama, kita manusia dan membuat jutaan kesalahan. Public Figure bukan robot, mereka tidak sempurna.
Celakanya, konsumen terbesar materi pornografi adalah anak SD, SMP, dan SMA. Merekalah raja dan ratu di ranah maya. Dokumen-dokumen yang paling tersembunyi pun bisa mereka temukan. Bahkan hanya dengan sekali klik, mereka bisa bertukar-menukar dokumen video antarsesama teman.
Kalau itu terjadi, giliran para orang tua yang pusing tujuh keliling. Anak-anak yang secara psikologis dan sosial belum matang ini bukan tak mungkin akan mencontoh adegan porno yang beredar melalui Internet, handphone, dan sebagainya.
Maka hari-hari ini saya pun kembali teringat pada gerakan “Jangan Bugil di depan Kamera.” Saya terbayang anak-anak yang menyesaki warnet-warnet untuk berburu gambar mesum. Dan saya memikirkan wajah orang-orang tua yang cemas.
Memetik sedikit dari mas blog pecas ndahe. :) Goodnite everyone.
1 komentar:
Korupsi dan pornografi memang memiliki banyak kemiripan. Di antaranya sama-sama menggoda iman seseorang untuk melakukannya. Sensasinya juga tak jauh beda (Deg-degan awalnya, setelahnya jadi penasaran pengen coba lagi). :-D
Posting Komentar